Cerita Sex Saya ingin berbagi kisah tentang kehidupan masa kecil saya saat saya masih seorang anak laki-laki. Saya hanya dapat mengingat pengalaman hidup saya dengan lebih jelas sejak saya berusia 15 tahun. Pada usia tersebut, saya masih duduk di kelas 2 SMP di sebuah desa yang terpencil, jauh dari keramaian dan kehidupan modern. Rumah saya dibangun dari dinding anyaman bambu, dengan lantai dari tanah, dan terletak jauh di luar kampung.
Kami adalah keluarga yang kurang mampu, mungkin jika dilihat dari perspektif pemerintah, kami termasuk dalam kategori yang hidup di bawah batas kemiskinan. Aku tinggal bersama Tante yang aku sebut simbok dan Tanteku yang aku panggil Bibi. Kami sebenarnya hanya bertiga. Tante berpisah dari Bapak sejak aku menyelesaikan pendidikan di SD. Aku tidak mengetahui apa alasan di balik perpisahan tersebut, tetapi menurutku, Bapak pergi dari rumah dan hingga kini aku tidak tahu kabarnya. Bibi telah menjanda selama sekitar 5 tahun setelah kakek meninggal dunia.
Aku ingat bahwa paman meninggal saat aku masih di sekolah dasar. Maka, aku menjadi satu-satunya pria di rumah itu yang bertanggung jawab atas semua tugas yang biasa dilakukan lelaki. Sementara itu, Saudariku bekerja keras mencari penghidupan dengan bertani bersama Tante. Keduanya masih sangat bertenaga.
Ketika aku berusia 15 tahun, saudariku berusia 20 tahun dan bibiku 27 tahun. Pada usia tersebut, di kota besar masih dianggap muda, tetapi di desa sudah tergolong tua. Meskipun begitu, keduanya memiliki bentuk tubuh yang ramping dan dalam istilah Jawa disebut singset. Ibuku mendapat sifat tubuh langsing dari ibunya. Walaupun keduanya sudah berusia lanjut menurut standar desa, namun tubuh mereka tidak memiliki lemak berlebih, alias singset.
Cerita Sex Ini pun Semakin Memanas Setiap harinya
Wajah mereka biasa-biasa saja tdk terlalu cantik, tetapi juga tdk jelek. Biasa saja lah orang kampung, Cuma wajahnya bersih dari noda bekas jerawat. Sepengetahuanku mereka tdk terlalu repot menjaga tubuh dan wajah, karena makan hanya seadanya dan mandi juga biasa tdk pernah dilulur dan sebagainya.Baik mak maupun Bibi, tumit kakinya kecil dan betisnya langsing. Ini menjadi perhatianku setelah aku dewasa dan mengenal ciri-ciri wanita yg pandai memuaskan suami.
Agak melenceng sedikit. Kebiasaan di desa kami adalah setiap rumah mempunyai kamar mandi yg disebut sumur berada di luar rumah dan umumnya agak jauh di belakang rumah. Tdk jauh dari sumur terdapat tempat buang hajat besar. Sumur dan wc nayris tdk berdinding penghalang. Yg ada hanya bangunan lubang sumur yg bibirnya ditinggikan sekitar 1 meter, lalu tonggak-tonggak kayu untuk menggantung baju dan handuk.
Di sekitar sumur dan wc ditumbuhi oleh tanaman rumpun sereh dan tanaman semak yg rimbun sehingga agak terlindung. Aku sebagai laki-laki selalu bertugas menimba dan mengisi air ke ember-ember untuk mandi, cuci piring dan cuci baju. Ritual mandi biasanya dilakukan pada pagi hari ketika mata hari mulai agak terang sekitar pukul 5 pagi.
Sudah sejak kecil, saya sudah biasa mandi dengan orang tua saya. Tidak ada rasa malu, jadi ketika kami mandi, kami tidak menggunakan kain atau sarung. Kami mandi tanpa busana. Mungkin perbedaannya, jika orang yang tinggal di kota mandi di bawah shower, menggunakan gayung, atau berbaring di bath tub. Sedangkan kami yang tinggal di desa biasanya mandi dengan posisi jongkok. Hanya sebentar saja berdiri untuk membilas seluruh tubuh setelah menggunakan sabun.
Dibalik Kisah Cerita Sexnya Banyak Cerita Yang Membuat Menjadi Lebih Hot
Di usia 15 tahun, saya baru mulai merasakan ketertarikan terhadap fisik perempuan. Hanya saudara perempuan dan bibi yang bisa saya amati. Bibi memiliki badan yang ramping dan kulit yang kencang, payudaranya tidak besar, dan kakinya juga langsing. Meskipun dia hampir berusia 30 tahun, dadanya tetap kencang dan terlihat penuh. Mungkin karena ukuran yang tidak besar, sehingga payudaranya tidak menggantung. Rambut kemaluannya cukup lebat, dan rambut di kepalanya yang panjang selalu diikat dan digulung.
SiBibi memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan Saudariku, dan tinggi mereka pun hampir sama, sekitar 155 cm. Hanya saja, payudaranya agak kendur, meskipun masih tampak menarik. Rambutnya juga lebat. Tubuh Bibi terlihat lembut, tetapi tetap kuat, mungkin karena warna kulitnya yang masuk dalam kategori sawo matang. Payudara Bibi sepertinya sedikit lebih besar dibandingkan dengan milik Saudariku. Perut Bibi sedikit lebih banyak lemaknya, sehingga tidak sehalus perut Saudariku.
Aku sangat familiar dengan semua aspek tubuh mereka karena setiap pagi dan sore kami senantiasa mandi bersama, tanpa mengenakan pakaian dalam waktu yang cukup lama. Pada pagi hari, selain mandi, Saudariku dan si Bibi juga mencuci baju serta peralatan makan dari malam sebelumnya. Karena tugasanku adalah mengambil air, aku tetap berada di tempat hingga semua pekerjaan mereka rampung. Sementara itu, mandi sore lebih singkat karena hanya dilakukan setelah mencuci piring.
Harap pembaca tidak keberatan terlebih dahulu, karena sekolah kami di desa telah mengubah jadwal masuk menjadi pukul 8 pagi. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebagian besar siswa memerlukan waktu untuk membantu pekerjaan di rumah pada pagi hari dan juga memberikan kesempatan bagi siswa yang tinggal sekitar satu jam berjalan kaki untuk sampai ke sekolah.
Kisah Cerita Sex Ini Terus Berlanjut Dengan Berbagai Adengan Semakin Seruh
Seingatku, semenjak aku disunat pada usia 12 tahun, atau setelah selesai SD, aku sering merasa malu karena Burungku sering tegak saat pagi hari ketika mandi bersama. Sebenarnya, Burungku itu sudah tegak sejak aku bangun pagi, dan tetap demikian hingga selesai mandi. Tante sih tidak peduli, tetapi Bibi sering menggoda, bahkan terkadang menampar perlahan Burungku dan menyuruhnya untuk “tidur”.
Awalnya aku tidak merasa canggung, tetapi seiring waktu, Burungku semakin besar dan mulai dikelilingi oleh bulu. Yang aneh adalah Bibi yang selalu memberi perhatian kemudian berbicara kepada Saudariku. Tanteku pun kemudian ikut menanggapi,
“ cucumu sudah mulai Besar Bibi,” katanya.
Aku merasa kesulitan untuk mengendalikan burungku. Ketika sudah berdiri tegak, dia sulit untuk dijinakkan, meskipun aku menyiramnya dengan air dingin. Yang membuat situasi semakin tegang adalah ketika Bibi sesekali menyentuh burungku seolah-olah ingin menilai pertumbuhannya. Bibi juga meminta Saudariku untuk merasakan bagaimana perkembangan burungku. Walaupun mereka berdua adalah orang tuaku, tetapi saat perempuan memegangnya, naluri maskulinku mulai muncul. Burungku pun semakin mengeras.
Kadang-kadang aku mencoba untuk menjauh karena merasa malu, namun selalu dihalangi oleh Bibi yang memintaku untuk tetap diam. Jika dibandingkan dengan ibuku, Bibi memiliki sikap yang lebih berani. Di umur 15 tahun, tubuhku sudah mirip seperti pria dewasa. Tinggiku melebihi 165 cm dan alat kelaminku sudah tampak besar, kencang, dan panjangnya kira-kira 15 cm. Sebenarnya, dengan ukuran tubuhku saat ini, rasanya tidak pantas lagi untuk mandi bersama ibu dan Bibi tanpa pakaian. Namun, karena ini sudah menjadi kebiasaan sejak kecil, aku tetap dianggap sebagai anak kecil.
Hari Demi Hari Semi Sex Dengan Melayanai Bibi Dan Tante Ku Terus Berlanjut
Entah pantas dibilang bagaimana, entah itu buruk atau baik, eBibiku semakin senang bermain dengan Burungku. Terkadang, ia mengoleskan sabun di tangannya dan menggoyang Burungku cukup lama sebelum melanjutkan dengan menyabuniku. Bibipun kadang ikut serta dengan eBibi, meskipun Burungku sudah dipenuhi sabun, dia juga ikut menggoyang dan meraba kantong semarku. Rasanya birahiku terangsang dan sangat menyenangkan. Oleh karena itu, saya membiarkan tindakan mereka itu. Bahkan jika mandi tanpa ritual ini, saya yang selalu memintanya.
Namun, jika tidak salah ingat, meskipun saya mencari informasi cukup lama, saya pada waktu itu tidak juga mendapatkan hasil. Saya sendiri belum paham mengenai cara melakukannya, mengingat saya adalah seorang anak desa yang masih memiliki akses informasi yang sangat terbatas terhadap dunia luar.Tidak tahu bagaimana semuanya dimulai, tapi setelah beberapa kali tertangkap basah, kami jadi lebih sering mandi. saat mencuci, saya membersihkan seluruh tubuh Tante dan Bibiku. Ketika mengoleskan sabun, jelas saya bebas untuk meraba seluruh bagian tubuh mereka. Aku senang mencengkram susu dan memelintir bobo susu. Juga senang mengusap-usap bulu jembut dan menjepitkan jari tengahku ke sela-sela mekky. Mungkin itu adalah instink yang memandu setiap tindakan. Aku bersumpah, aku tidak mengerti cara bersikap pada wanita saat itu.
Namun terlihat bahwa keduanya merasa bahagia, bahkan tubuh mereka kerap mendekat dan memelukku, sehingga Burungku yang tegak selalu menyenggol bagian belakang atau punggung mekky. Bibi sesekali menurunkan Burungku agar bisa masuk di antara kakinya sambil memelukku dengan kuat. Posisi tersebut sangat aku sukai sehingga aku juga melakukan hal yang sama kepada Tante. Mereka tampak tidak masalah atau tidak keberatan dengan itu. Saya tidak menyadari pada saat itu bahwa aktivitas seksual itu melibatkan memasukkan alat kelamin saya ke dalam area intim.
Cerita Pun Mulai Memanas Dalam Menikmati Meky Bibi Dan Tanteku
Aku sering mendapatkan pujian dari Bibi, dan itu disampaikan kepada Tante ku.
Anakmu ini luar biasa, benar-benar hebat, Nduk. Sepertinya dia memiliki ketahanan. Saya jujur tidak paham apa yang dimaksud dengan ketahanan itu.
Saat itu, saya beranggapan bahwa yang dimaksud dengan kuat adalah kemampuan saya untuk mengambil air, memotong kayu bakar, dan mengangkat barang-barang berat.
Bibi dan Tante tidak menikah lagi setelah mereka berpisah dengan suami masing-masing. Aku tidak pernah ingin tahu mengapa, karena aku merasa lebih nyaman dengan ketiganya seperti ini daripada harus menerima orang lain. Padahal ada beberapa pria yang menyukai Bibi, terutama Tante. Suatu hari, Tante memanggilku setelah mereka berdua berbincang-bincang secara rahasia di dalam kamar. Saat itu, aku sedang asyik mengukir bambu untuk membuat laygan di teras rumah. Tante duduk di sampingku.
“Le (Istilah panggilan untuk anak laki-laki di Jawa), malam ini kamu akan tidur di kamar dengan Bibi dan saudariku.” kata Tanteku.
Baca Juga Kumpulan Novel Dewasa Gratis: Cerita Skandal Viral Artis Digilir Dengan Kondisi Mabuk Parah
“Ah, saya tidak ingin, karena tempat tidurnya kecil, jika tidur bertiga,” ujarku.
Tempat tidur mereka sesungguhnya hanyalah dua kasur kapuk yang diletakkan di atas plastik dan tikar di lantai. Masih tersisa ruang untuk menyebarkan tikar taBibian di salah satu sisi. Jadi, jika satu bantal digunakan, bisa tidur bertiga, dengan syarat salah satu dari mereka tidur di tikar.
Selama ini aku beristirahat di tempat tidur dari bambu yang ada di ruang utama. Di kampungku, itu dinamakan amben bambu. Tidur di amben tidak jadi masalah meskipun tanpa kasur. Aku hanya berbaring di atas tikar dengan bantal yang sudah usang dan selimut. Aku merasa penasaran, tetapi tidak ada jawaban dari ibu atau Bibi mengapa malam itu aku harus tidur satu ranjang dengan mereka.
Dengan Berbagai Peran Saya Sering Mengikuti Aturan Mereka
“Baiklah, ikuti saja, jadi anak yang patuh, jangan terlalu banyak bertanya,” pesan Bibiku.
Saking polosnya diriku, apa yang terlintas dalam pikiranku adalah malam ini aku akan tidur dengan berdesakan dan saling bersentuhan. Aku sangat tidak suka tidur bertemu dengan orang lain. Tidak ada sedikit pun pikiran negatif yang muncul.
Biasanya, aku terlelap sekitar pukul 10 malam, tetapi pada malam itu, aku sudah dibawa ke kamar mereka pada pukul 8 malam. Aku beristirahat di tempat tidur bersama Bibi, sementara Saudariku tidur di tikar di sebelahku.
Mulanya aku hanya berbaring telentang, tidak lama kemudian Bibi memelukku saat tidur. Sejujurnya, aku merasa tidak nyaman dengan pelukan itu. Namun, aku tidak berani mengeluh, jadi aku hanya tetap diam. Bibi mengelus wajahku, kemudian dadaku. Aku memakai kaos tua yang di beberapa bagian sudah mulai robek.
Entah sudah berapa lama, aku menunggu dengan rasa tegang sambil mengelus-elus. Aku tidak paham ke mana mereka membawaku untuk tidur bersama, dan kini Bibi tidur sambil memelukku dan mengelus dadaku. Sejujurnya aku merasa tidak nyaman, tetapi aku tidak berani untuk mengeluh. Jika ada kesempatan, aku lebih memilih untuk tidur di luar di amben.
Tangan kanan Bibi yang sebelumnya menyentuh dadaku kini perlahan-lahan bergerak ke bawah menuju sarungku. Aku sudah terbiasa tidur menggunakan sarung dan tanpa celana di dalamnya, karena selain bisa mengurangi pemakaian celana, juga terasa lebih nyaman dan bebas. Terpeganglah tonjolan dari luar pembungkus. Tangan Bibiku mencengkeram, membuatku merasa tertekan. Bukan hanya burungku yang merasa tegang, tetapi juga perasaanku yang cemas, karena aku khawatir tentang apa yang akan terjadi berikutnya. Aku hanya terdiam, selain merasakan degupan jantung, Burungku pun tertekan di genggaman Bibi.
1 thought on “Cerita Sex Nyata Kebiasaan ku Melayani Bibi, Tante Dan Saudariku”